Jumat, 22 Juli 2011

Learning from Hospital

Mungkin banyak yang beranggapan rumah sakit adalah tempat yang horor dengan lorong-lorong panjang, bau karbol dan serba putih dimana-mana yang terasa membosankan. Bau obat dan bangsal-bangsal dengan ranjang-ranjang yang di sana terbaring, bapak, ibu, adek, kakak maupun bayi yang sedang dalam perawatan beserta infus, selang, perban dan lainnya. Tapi ternyata banyak yang bisa saya maknai dari interaksi dan kesan yang dihadirkan tersebut.
Saya melihat begitu banyak cinta di rumah sakit. Mengapa demikian? Coba perhatikan sejenak. Keluarga menunggu anggota keluarganya yang sedang sakit, suster-suster yang ramah merawat dan mengecek kondisi si sakit. Anak menyuapi bapaknya yang terbaring lemah di ranjangnya. Ibu yang membawa jalan-jalan anaknya sambil mengangkat infus si anak. Lihat, dia sudah tidak mengangis lagi, bahkan tertawa riang memamerkan gigi depannya yang ompong dan lesung pipitnya yang sungguh manis . Tetangga-tetangga yang menjenguk dan mendoakan si sakit supaya lekas sembuh. Bukankah tepat bila saya simpulkan banyak cinta yang begitu terasa di sini? Ketulusan rasa yang membuat orang berbuat demikian untuk orang-orang yang tercinta, dan doa-doa yang selalu di ucapkan untuk mereka agar sembuh kembali dan menjalani hidup seperti hari-hari kemarin dengan lebih baik tentunya.
Perjuangan hebat untuk sembuh begitu terasa disini. Infus, jarum, obat yang pahit, selang-selang  yang mengganggu  itu diijinkan bersinggungan dengan si sakit, asalkan kesembuhan segera hadir. Sakitnya operasi, biarlah, demi perginya penyakit pada si sakit. Satu-dua-tiga hari terbaring di ranjang ini tak apala, bersabar dan bertahan, dan semua demi satu tujuan, kesembuhan.
Di sinilah kepasrahan dan ketabahan begitu tergambar di wajar orang-orang karena seberapa besarpun usaha yang dilakukakan untuk kesembuhan si sakit, semua keputusan tetap kembali ke kuasa Sang Pembuat Hidup. Dan saya belajar tentang kepasrahan dan ketabahan di sini karena sebenarnya saya masih jauh dari dua hal hebat tersebut dan menguatkan diri bahwa “everything happens for a reason”. Get well soon, my beloved Dad.






Feb 24 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar